About
- Unknown
Blog Archive
-
▼
2014
(14)
-
▼
Maret
(14)
- Iseng foto sama manekin bayi sebelum CSL Suprapubi...
- Skenario PBL: Keputihan
- GONORE
- Ulkus Molle
- URETEROLITHIASIS (Batu Ureter)
- Pemeriksaan dan Penatalaksanaan APPENDICITIS
- APPENDICITIS
- PENYAKIT GINJAL KRONIK (Chronic Kidney Disease)
- Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus (GNAPS)
- Langkah-langkah untuk menegakkan diagnosis pada pa...
- Patomekanisme edema
- TB PARU
- Uji Biokimia Bakteri
- Sword Art Online
-
▼
Maret
(14)
"follow me i'll follow u back"
Minggu, 30 Maret 2014
Skenario PBL: Keputihan
SKENARIO
Seorang ibu
rumah tangga berusia 27 tahun, datang ke Puskesmas dengan keluhan keputihan,
yang mulai dirasakannya seminggu yang lalu.
Si ibu bekerja
sebagai PNS sebagai kepala seksi di Kanwil salah satu Departemen. Pada
pemeriksaan tidak ditemukan tanda keganasan.
KATA KUNCI
· Ibu, 27 thn
· Keputihan seminggu yang lalu
· PNS
· Tidak ditemukan tanda keganasan
Categories
Health,
Materi kuliah,
Tugas
GONORE
Gonorrhoea merupakan penyakit yang
mempunyai insidens yang tinggi diantara penyakit menular seksual. Pada
pengobatannya terjadi pula perubahan karena sebagian disebabkan kuman Neisseria
gonorrhoea yang telah resisten terhadap penicillin, dan disebut Penicillinase
Producing Neiserria Gonorrhoea (PPNG). Kuman ini meningkat baik kualitas maupun
kuantitasnya di banyak negara, termasuk Indonesia.
Pada umumnya, penularannya melalui
hubungan kelamin, yaitu secara genito-genital, oro-genital dan
ano-genital. Tetapi disamping itu juga bisa terjadi secara manual melalui
alat-alat, pakaian, handuk, termometer, dan sebagainya. Oleh karena itu, secara
garis besar dikenal gonorrhoea genital dan gonorrhoea ekstra genital.
Categories
Disease,
Health,
Materi kuliah,
Tugas
Ulkus Molle
ULKUS MOLLE
Definisi
Merupakan penyakit menular
seksual yang disebabkan oleh Hemophilus ducreyi, dimana terjadi luka
terbuka (ulkus, borok) pada alat
kelamin yang sifatnya menetap dan terasa nyeri.
Categories
Disease,
Health,
Materi kuliah,
Tugas
Minggu, 23 Maret 2014
URETEROLITHIASIS (Batu Ureter)
URETEROLITHIASIS
Definisi
-
Pembentukan batu di ureter (Dorland)
-
Kalkulus atau batu di dalam ureter (Sue
Hinchliff, 1999 Hal 451)
Categories
Disease,
Health,
Materi kuliah,
Tugas
Jumat, 21 Maret 2014
Pemeriksaan dan Penatalaksanaan APPENDICITIS
I.
PEMERIKSAAN
FISIK
Pada Apendicitis akut sering ditemukan adanya abdominal
swelling, sehingga pada pemeriksaan jenis ini biasa ditemukan distensi
perut.
Secara klinis,
dikenal beberapa manuver diagnostik:
Categories
Health,
Materi kuliah,
Tugas
APPENDICITIS
I. DEFINISI
Appendicitis
adalah peradangan yang terjadi pada Appendix vermicularis, dan merupakan
penyebab abdomen akut yang paling sering pada anak-anak maupun dewasa.
Appendicitis akut merupakan kasus bedah emergensi yang paling sering ditemukan
pada anak-anak dan remaja.
II. INSIDENSI
Terdapat
sekitar 250.000 kasus appendicitis yang terjadi di Amerika Serikat setiap
tahunnya dan terutama terjadi pada anak usia 6-10 tahun. Appendicitis lebih
banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan dengan perbandingan 3:2.
Bangsa Caucasia lebih sering terkena dibandingkan dengan kelompok ras lainnya.
Appendicitis akut lebih sering terjadi selama musim panas.
Insidensi Appendicitis acuta di negara maju lebih tinggi daripada di negara
berkembang, tetapi
beberapa tahun terakhir angka kejadiannya menurun secara bermakna. Hal ini
disebabkan oleh meningkatnya penggunaan makanan berserat dalam menu
sehari-hari. Appendicitis dapat
ditemukan pada semua umur, hanya pada anak kurang dari satu tahun jarang
dilaporkan. Insidensi tertinggi pada kelompok umur 20-30 tahun, setelah itu menurun. Insidensi pada
laki-laki dan perempuan umumnya sebanding, kecuali pada umur 20-30
tahun,
insidensi lelaki lebih tinggi.
III. ETIOLOGI
Appendicitis
disebabkan karena adanya obstruksi pada lumen appendix sehingga terjadi kongseti
vaskuler, iskemik nekrosis dan akibatnya terjadi infeksi. Appendicitis umumnya
terjadi karena infeksi bakteri. Penyebab obstruksi yang paling sering adalah
fecolith. Fecolith ditemukan pada sekitar 20% anak dengan appendicitis.
Penyebab lain dari obstruksi appendiks meliputi:
1. Hiperplasia folikel lymphoid
2. Carcinoid atau tumor lainnya
3. Benda asing (pin, biji-bijian)
4. Kadang parasit
Penyebab
lain yang diduga menimbulkan Appendicitis adalah ulserasi mukosa appendix oleh
parasit E. histolytica. Berbagai spesies bakteri yang dapat
diisolasi pada pasien appendicitis yaitu:
Bakteri
aerob fakultatif
|
Bakteri
anaerob
|
· Escherichia coli
· Viridans streptococci
· Pseudomonas aeruginosa
· Enterococcus
|
·
Bacteroides
fragilis
·
Peptostreptococcus
micros
·
Bilophila
species
·
Lactobacillus
species
|
IV. PATOGENESIS
Appendicitis terjadi dari proses inflamasi ringan hingga
perforasi, khas dalam 24-36 jam setelah munculnya gejala, kemudian diikuti
dengan pembentukkan abscess setelah 2-3 hari.
Appendicitis dapat terjadi karena berbagai macam
penyebab, antara lain obstruksi oleh fecalith, gallstone, tumor, atau bahkan
oleh cacing (Oxyurus vermicularis), akan tetapi paling sering disebabkan
obstruksi oleh fecalith dan kemudian diikuti oleh proses peradangan. Hasil
observasi epidemiologi juga menyebutkan bahwa obstruksi fecalith adalah
penyebab terbesar, yaitu sekitar 20% pada ank dengan appendicitis akut dan
30-40% pada anak dengan perforasi appendiks. Hiperplasia folikel limfoid
appendiks juga dapat menyababkan obstruksi lumen. Insidensi terjadinya
appendicitis berhubungan dengan jumlah jaringan limfoid yang hyperplasia.
Penyebab dari reaksi jaringan limfatik baik lokal atau general misalnya akibat
infeksi Yersinia, Salmonella, dan Shigella; atau akibat invasi parasit seperti
Entamoeba, Strongyloides, Enterobius vermicularis, Schistosoma, atau Ascaris.
Appendicitis juga dapat diakibatkan oleh infeksi virus enteric atau sistemik,
seperti measles, chicken pox, dan cytomegalovirus. Pasien dengan cyctic
fibrosis memiliki peningkatan insidensi appendicitis akibat perubahan pada
kelenjar yang mensekresi mucus. Carcinoid tumor juga dapat mengakibatkan
obstruksi appendiks, khususnya jika tumor berlokasi di 1/3
proksimal. Selama lebih dari 200 tahun, benda asaning seperti pin, biji
sayuran, dan batu cherry dilibatkan dalam terjadinya appendicitis. Trauma,
stress psikologis, dan herediter juga mempengaruhi terjadinya appendicitis.
Awalnya, pasien akan merasa gejala gastrointestinal
ringan seperti berkurangnya nafsu makan, perubahan kebiasaan BAB yang minimal,
dan kesalahan pencernaan. Anoreksia berperan penting pada
diagnosis appendicitis, khususnya pada anak-anak.
Distensi appendiks menyebabkan perangsangan serabut saraf
visceral dan dipersepsikan sebagai nyeri di daerah periumbilical. Nyeri awal
ini bersifat nyeri dalam, tumpul, berlokasi di dermatom Th 10. Adanya distensi
yang semakin bertambah menyebabkan mual dan muntah, dalam beberapa jam setelah
nyeri. Jika mual muntah timbul lebih dulu sebelum nyeri, dapat dipikirkan
diagnosis lain.
Appendiks yang obstruksi merupakan tempat yang baik bagi
bakteri untuk berkembang biak. Seiring dengan peningkatan tekanan intraluminal,
terjadi gangguan aliran limf, terjadi oedem yang lebih hebat. Akhirnya
peningkatan tekanan menyebabkan obstruksi vena, yang mengarah pada iskemik
jaringan, infark, dan gangrene. Setelah itu, terjadi invasi bakteri ke dinding
appendiks; diikuti demam, takikardi, dan leukositosis akibat kensekuensi
pelepasan mediator inflamasi dari jaringan yang iskemik. Saat eksudat inflamasi
dari dinding appendiks berhubungan dengan peritoneum parietale, serabut saraf
somatic akan teraktivasi dan nyeri akan dirasakan lokal pada lokasi appendiks,
khususnya di titik Mc Burney’s. Nyeri jarang timbul hanya pada kuadran kanan
bawah tanpa didahului nyeri visceral sebelumnya. Pada appendiks retrocaecal
atau pelvic, nyeri somatic biasanya tertunda karena eksudat inflamasi tidak
mengenai peritoneum parietale sampai saat terjadinya rupture dan penyebaran
infeksi. Nyeri pada appendiks retrocaecal dapat muncul di punggung atau
pinggang. Appendiks pelvic yang terletak dekat ureter atau pembuluh darah
testis dapat menyebabkan peningkatan frekuensi BAK, nyeri pada testis, atau
keduanya. Inflamasi ureter atau vesica urinaria pada appendicitis dapat
menyebabkan nyeri saat berkemih, atau nyeri seperti terjadi retensi urine.
Perforasi appendiks akan menyebabkan terjadinya abscess
lokal atau peritonitis umum. Proses ini tergantung pada kecepatan progresivitas
ke arah perforasi dan kemampuan pasien berespon terhadap adanya perforasi.
Tanda perforasi appendiks mencakup peningkatan suhu melebihi 38.6oC,
leukositosis > 14.000, dan gejala peritonitis pada pemeriksaan fisik. Pasien
dapat tidak bergejala sebelum terjadi perforasi, dan gejala dapat menetap
hingga > 48 jam tanpa perforasi. Secara umum, semakin lama gejala
berhubungan dengan peningkatan risiko perforasi. Peritonitis difus lebih sering
dijumpai pada bayi karena tidak adanya jaringan lemak omentum. Anak yang lebih
tua atau remaja lebih memungkinkan untuk terjadinya abscess yang dapat
diketahui dari adanya massa pada pemeriksaan fisik.
Konstipasi jarang dijumpai tetapi tenesmus sering
dijumpai. Diare sering didapatkan pada anak-anak, dalam jangka waktu sebentar,
akibat iritasi ileum terminal atau caecum. Adanya diare dapat mengindikasikan
adanya abscess pelvis.
V. GAMBARAN
KLINIS
Appendicitis
dapat mengenai semua kelompok usia. Meskipun sangat jarang pada neonatus dan
bayi, appendicitis akut kadang-kadang dapat terjadi dan diagnosis appendicitis
jauh lebih sulit dan kadang tertunda. Nyeri merupakan gejala yang pertama kali
muncul. Seringkali dirasakan sebagai nyeri tumpul, nyeri di periumbilikal yang
samar-samar, tapi seiring dengan waktu akan berlokasi di abdomen kanan bawah.
Terjadi peningkatan nyeri yang gradual seiring dengan perkembangan penyakit.
Variasi
lokasi anatomis appendiks dapat mengubah gejala nyeri yang terjadi. Pada
anak-anak, dengan letak appendiks yang retrocecal atau pelvis, nyeri dapat
mulai terjadi di kuadran kanan bawah tanpa diawali nyeri pada periumbilikus.
Nyeri pada flank, nyeri punggung, dan nyeri alih pada testis juga merupakan
gejala yang umum pada anak dengan appendicitis retrocecal arau pelvis.
Jika
inflamasi dari appendiks terjadi di dekat ureter atau bladder, gejal dapat
berupa nyeri saat kencing atau perasaan tidak nyaman pada saat menahan kencing
dan distensi kandung kemih.
Anorexia,
mual, dan muntah biasanya terjadi dalam beberapa jam setelah onset terjadinya
nyeri. Muntah biasanya ringan. Diare dapat terjadi akibat infeksi sekunder dan
iritasi pada ileum terminal atau caecum. Gejala gastrointestinal yang berat
yang terjadi sebelum onset nyeri biasanya mengindikasikan diagnosis selain
appendicitis. Meskipun demikian, keluhan GIT ringan seperti indigesti atau
perubahan bowel habit dapat terjadi pada anak dengan appendicitis.
Pada
appendicitis tanpa komplikasi biasanya demam ringan (37,5 -38,5 0
C).
Jika suhu tubuh diatas 38,6 0 C, menandakan terjadi perforasi. Anak
dengan appendicitis kadang-kadang berjalan pincang pada kaki kanan. Karena saat
menekan dengan paha kanan akan menekan Caecum hingga isi Caecum berkurang atau
kosong. Bising usus meskipun bukan tanda yang dapat dipercaya dapat
menurun atau menghilang.
Anak
dengan appendicitis biasanya menghindari diri untuk bergerak dan cenderung
untuk berbaring di tempat tidur dengan kadang-kadang lutut diflexikan.
Anak yang menggeliat dan berteriak-teriak jarang menderita appendicitis,
kecuali pada anak dengan appendicitis retrocaecal, nyeri seperti kolik renal
akibat perangsangan ureter.
Categories
Disease,
Health,
Materi kuliah,
Tugas
Sabtu, 15 Maret 2014
PENYAKIT GINJAL KRONIK (Chronic Kidney Disease)
Penyakit ginjal kronik adalah suatu
proses patofisiologis dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan
fungsi ginjal yang progressif, dan pada umumnya berakhir dengan gagal ginjal.
Selanjutnya, gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan
penurunan fungsi ginjal yang irreversible, pada suatu derajat yang memerlukan
terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialysis atau transplantasi ginjal.
Categories
Disease,
Health,
Materi kuliah,
Tugas
Minggu, 09 Maret 2014
Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus (GNAPS)
Definisi
Glomerulonefritis
merupakan penyakit ginjal dengan suatu inflamasi dan proliferasi sel
glomerulus. Peradangan tersebut terutama disebabkan mekanisme imunologis yang
menimbulkan kelainan patologis glomerulus dengan mekanisme yang masih belum
jelas. Pada anak kebanyakan kasus glomerulonefritis akut adalah pasca infeksi,
paling sering infeksi streptokokus beta hemolitikus grup A. Dari perkembangan
teknik biopsi ginjal per-kutan, pemeriksaan dengan mikroskop elektron dan
imunofluoresen serta pemeriksaan serologis, glomerulonefritis akut pasca
streptokokus telah diketahui sebagai salah satu contoh dari penyakit kompleks
imun. Penyakit ini merupakan contoh klasik sindroma nefritik akut dengan awitan
gross hematuria, edema, hipertensi dan insufisiensi ginjal akut. Walaupun
penyakit ini dapat sembuh sendiri dengan kesembuhan yang sempurna, pada
sebagian kecil kasus dapat terjadi gagal ginjal akut sehingga memerlukan
pemantauan
Patofisiologi
Patogenesis
GNAPS belum diketahui dengan pasti. Faktor genetik diduga berperan dalam
terjadinya penyakit dengan ditemukannya HLA-D dan HLADR. Periode laten antara infeksi streptokokus
dengan kelainan glomerulus menunjukkan proses imunologis memegang peran penting
dalam mekanisme penyakit. Terbentuknya autoantibody terhadap IgG yang telah
berubah tersebut, mengakibatkan pembentukan komplek imun yang bersirkulasi,
kemudian mengendap dalam ginjal. Pada
kasus ringan, pemeriksaan dengan mikroskop cahaya menunjukkan kelainan minimal.
Biasanya terjadi proliferasi ringan sampai sedang dari sel mesangial dan
matriks. Istilah glomerulonefritis proliferatif eksudatif endokapiler difus
digunakan untuk menggambarkan kelainan morfologi penyakit ini. Bentuk bulan
sabit dan inflamasi interstisial dapat dijumpai mulai dari yang halus sampai
kasar yang tipikal di dalam mesangium dan di sepanjang dinding kapiler.
Manifestasis klinis
Lebih dari 50 % kasus
GNAPS adalah asimtomatik. Kasus klasik atau tipikal diawali dengan infeksi
saluran napas atas dengan nyeri tenggorok dua minggu mendahului timbulnya
sembab. Periode laten ratarata 10 atau 21 hari setelah infeksi tenggorok atau
kulit.10 Hematuria dapat timbul berupa gross hematuria maupun
mikroskopik. Gross hematuria terjadi pada 30-50 % pasien yang dirawat. Variasi
lain yang tidak spesifik bisa dijumpai seperti demam, malaise, nyeri, nafsu
makan menurun, nyeri kepala, atau lesu
Diagnosis
Kecurigaan
akan adanya GNAPS dicurigai bila dijumpai gejala klinis berupa hematuria nyata
yang timbul mendadak, sembab dan gagal ginjal akut setelah infeksi
streptokokus.Tanda glomerulonefritis yang khas pada urinalisis, bukti adanya
infeksi streptokokus secara Laboratories yang di tandai dengan meningkatnya
ASTO dan rendahnya kadar komplemen C3 mendukung bukti untuk menegakkan
diagnosis.
Diagnosis banding
1. Glomerulonefritis
kronik
2. Nefritis
Ig A
3. Hematuria
berulang ringan
4. Purpura
Henoch-schonlein
Komplikasi
1. Ensefalopati
Hipertensi
2. Gagal
ginjal
3. Edema
paru
4. Payah
jantung
Prognosis
Berbagai faktor
memegang peran dalam menetapkan prognosis GNAPS antara lain umur saat serangan,
derajat berat penyakit, galur streptokukus tertentu, pola serangan sporadik
atau epidemik, tingkat penurunan fungsi ginjal dan gambaran histologis
glomerulus. Anak kecil mempunyai prognosis lebih baik dbanding anak yang lebih
besar atau orang dewasa oleh karena GNAPS pada dewasa sering disertai lesi
nekrotik glomerulus. Angka kematian pada GNAPS bervariasi antara 0-7 %.2,21
Melihat GNAPS masih sering dijumpai pada anak, maka penyakit ini harus dicegah
karena berpotensi menyebabkan kerusakan ginjal.
Categories
Disease,
Health,
Materi kuliah,
Tugas
Langkah-langkah untuk menegakkan diagnosis pada pasien Edema
a. Anamnesis
1. Menanyakan Identitas Pasien
2. Menanyakan keluhan utama : bengkak pada wajah dan perut
3. Menggali riwayat penyakit nya, Tanyakan:
- onset dan durasi keluhan utama : sejak kapan
?
- warna dan jumlah urin, ada batu atau tidak,
hematuria, kapan mulai bengkak pada wajah
- gejala lain yang berhubungan : mual, nyeri
pinggang,nyeri saat buang air kecil, rasa tidak enak pada abdomen, nyeri tekan
pada perut bagian kanan.
4. Melakukan anamnesis terpimpin
5. Menggali
penyakit dahulu dan yang berkaitan
6. Riwayat
penyakit Keluarga
7. Menggali
riwayat pengobatan sebelumnya.
b. Pemeriksaan Fisik
·
Vital Sign
: Pemeriksaan TD,suhu, nadi, pernafasan
Pada Pemeriksaan Fisik dapat dengan duduk, tapi yang paling baik dan
biasa dilakukan adalah dalam posisi baring terlentang (Supine position).
·
Inspeksi :
Perhatikan ada tidaknya pembesaran pada daerah pinggang atau abdomen,
trauma (luka lecet/gores),sembab pada kelopak mata.
· Palpasi:
Pemeriksaan posisi baring, dilakukan secara bimanual yaitu dengan memakai dua tangan. Tangan kiri diletakan di sudut costo-vertebra untuk mengangkat ginjal ke atas sedangkan tangan kanan meraba ginjal dari depan. Pemeriksaan dalam keadaan inspirasi dan ekspirasi. Ginjal kanan lebih rendah,Periksa adanya nyeri saat palpasi
·
Perkusi:
a. Dilakukan di daerah costo-vertebralis (lat dindingperut).
Lihat perluasan dan progresifisitas daerah pekak (dullness)
dinding lateral abdomen.(perdarahan pd kasus
trauma ginjal)
b. Perdarahan retroperitoneal pekak pada perkusi tidakberubah
dgn perubahan posisi, jika intraperitoneal pekak berpindah
sesuai dengan perubahan posisi
· Auskultasi:
Pemeriksaan
dengan steteskop : terdengar suara bising (systolic bruit) bila ada stenosis
atau aneurysma arteri renalis.
c. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
·
Urinalisis, pemeriksaan ini meliputi :
a) Makroskopik :
Warna normal urin kuning, Bau ammonia, Berat jenis 1,003-1,030 kg/liter
b) Kimiawi : pH, protein, glukosa
c) Mikroskopik : Pemeriksaan Sediment
·
Faal Ginjal
a) Urea Clearance
b) Creatinine Clearance
2. Pemeriksaan
Radiologi
·
BNO
Persiapan:
Membersihkan
daerah abdomen dengan laxativa atau menggunakanenema untuk mengeluarkan massa
feses dari perut. Penderita juga dimintauntuk tidak makan 8-12 jam sebelum
dilakukan test ini.
Untuk foto
BNO, setelah melakukan persiapan, penderita langsung menujuke ruang foto untuk
pengambilan foto abdomen.
Pada IVP,
penderita berbaring dan dilakukan infus kontras media lewatpembuluh darah vena
di tangan. Kemudian foto akan dilakukan padainterval 0, 5 mnt, 10 mnt, dan 20
mnt. Interval 0 adalah saat kontrasdimasukkan secara intravena.
·
Ultrasound Ginjal
Untuk
mengidentifikasi kelainan pada ginjal, diantaranyakelainan struktural, dan
massa lain.
Categories
Materi kuliah,
Tugas
Langganan:
Postingan (Atom)